Senin, 09 April 2012

Pengujian Tahanan Isolasi dapat Menyelamatkan Motor Listrik

Pengujian tahanan isolasi pada peralatan adalah tindakan pencegahan sederhana namun penting dimana secara signifikan dapat menurunkan biaya pemeliharaan.
Anda mungkin sudah akrab dengan tes ketahanan isolasi (lebih umum dikenal dengan sebutan megger). Tes ini memainkan peran penting dalam pemeliharaan kabel, tetapi apakah kita menyadari bahwa hal itu juga dapat membantu kita dalam mencegah kegagalan motorik yang tak terduga? Tidak hanya motor yang rentan terhadap suhu isolasi yang berlebihan, kelembaban, kotoran, uap korosif, getaran, minyak, dan penuaan, tetapi juga harus mampu bertahan terhadap lonjakan VFD dan normal inrush current. Sebuah program pengujian ketahanan isolasi yang konsisten dapat memberikan penghematan cukup besar dan peningkatan masa kerja/uptime motor.
Pengujian Isolasi Motor Listrik (Ari Sulistiono)
Pengujian juga mengurangi limbah sumber daya untuk pemeliharaan. Misalnya, stamping dan pabrik perakitan mengganti motor 250Hp Air System Plant dengan motor rewinding yang dibeli dari sebuah toko lokal. Setelah berjibaku untuk memasang motor ke tempatnya, terminasi atau koneksi kabel, dan pengaturan posisi kopling, kru pemeliharaan mencoba untuk memulai motor, tetapi ternyata motor tidak memberikan respon sama sekali. Bengkel servis motor listrik ternyata telah salah kirim model serupa yang sebenarnya masih perlu di-rewindning ulang. Akhirnya motor harus kembali dibongkar dan dibawa ke bengkel servis motor listrik. Dari kasus ini staf maintenance sebenarnya bisa mencegah keterlambatan penggantian motor yang terjadi disana serta hilangnya waktu produksi dengan cukup melakukan tes ketahanan isolasi yang sederhana sebagai syarat penerimaan motor listrik sebelum dipasang.
PENGUJIAN Otomatis vs pengujian manual.
Tes ketahanan isolasi secara otomatis (online) dapat menghemat waktu pemeliharaan = menghemat uang, tetapi tes otomatis tidak dapat menggantikan kebutuhan tes manual. Misalnya, Anda harus melakukan tes resistansi isolasi saat kita menerima motor baru atau hasil rewinding. Setiap kali mengambil motor keluar dari bengkel servis, kita harus selalu menguji gulungan motor sebelum melakukan terminasi kabel motor. Jika Anda melakukan pemeliharaan dengan pemadaman listrik, pengujian manual adalah pilihan yang terbaik.
Hasil pengujian secara otomatis ataupun manual, data hasil uji harus disimpan guna menghasilkan grafik trend performa motor listrik. Pada proses ini metode manual bisa jadi sangat lama guna mendapati grafik hasil pengujian dan bisa digunakan metode uji otomatis, bisa menggunakan “CMMS” atau perangkat lunak serupa. Selalu gunakan hasil hanya dari tes dilakukan pada tegangan uji yang sama untuk periode yang sama, dan di bawah kondisi suhu dan kelembaban yang sama supaya hasil grafik yang didapat senantiasa valid, komprehensif serta mudah dianalisa kejanggalan yang ada.
Tegangan UJI.
Di jaman sekarang ini, megohmmeters kebanyakan sudah menggunakan tegangan DC atau cukup dengan baterry. Keunggulan utama dari alat tes DC salah satunya yaitu alat tes lebih kecil dan lebih ringan, alat uji tidak merusak obyek yang diuji (nondestructive testing), dan mampu menyusun data historis/rekaman riwayat hasil pengujian-pengujian yang telah dilakukan.
Tabel Tegangan Uji (Ari Sulistiono)
Pengujian dengan tegangan AC nilai tegangan uji biasanya dua kali tegangan pada nameplate ditambah 1.000V. Bila menggunakan tegangan DC, megohmmeters yang biasa kita gunakan saat ini, tegangan uji cukup pada dua kali tegangan nameplate. Tabel (kanan) memberikan nilai tegangan uji yang direkomendasikan. Meski demikian, sebaiknya tetap menghubungi pabrikan untuk mengetahui nilai tegangan uji yang direkomendasikan.
Test connections.
Sebelum memulai pengujian, kebumikan/ground-kan terminal starter, frame, dan poros motor. Jika Anda menguji motor DC, angkat sikat keluar. Discharge/buang muatan medan pada gulungan dengan membumikannya/grounding. Kemudian lepas grounding dari gulungan motor dan sambungkan ke line (-) pada megohmmeter. Hubungkan terminal (+) ke grounding. Anda juga harus mengukur stator dengan cara yang sama.
Spot reading test.
Lakukan tes ini hanya ketika suhu berliku di atas titik embun. Hubungkan megohmmeter untuk setiap satu isolasi gulungan yang melintang. Terapkan tegangan uji untuk periode tertentu (biasanya 60 detik). Kemudian catat nilai pembacaan alat uji. Gunakan durasi yang sama untuk semua tes yang dilakukan sebagai bahan perbandingan.
Pengukuran Spot bisa bermakna hanya apabila kita membandingkan hasil pengujian dengan grafik trend telah disimpan dikembangkan dari tes sebelumnya. Sebuah grafik trend menurun biasanya menunjukkan hilangnya resistansi isolasi yang disebabkan oleh kondisi yang tidak menguntungkan seperti kelembaban, akumulasi debu, dan penetrasi minyak. Sebuah penurunan tajam menunjukkan kegagalan isolasi.
Dielectric absorption test.
Tes ini berfungsi untuk membandingkan karakteristik penyerapan dari isolasi yang masih bagus sampai pada bagian-bagian yang basah oleh kelembaban. Selama tes, menerapkan tegangan uji untuk periode yang diperpanjang, biasanya 10 menit. Ambil nilai pengukuran setiap 10 detik untuk menit pertama dan satu per-menit untuk sembilan menit berikutnya. Kemudian Anda dapat membuat grafik trend nilai resistansi isolasi dari waktu ke waktu.
Grafik Indeks Polarisasi (Ari Sulistiono)
Kemiringan kurva menunjukkan kondisi isolasi yang diuji. Isolasi yang baik akan menunjukkan peningkatan terus menerus dalam perlawanan, seperti yang ditunjukkan pada Kurva D dalam Gambar (kanan). Terkontaminasi, isolasi lembab, atau retak akan menghasilkan kurva yang mirip dengan Kurva E.
Indeks Polarisasi (PI) dapat kita cari dengan cara membagi nilai dari pembacaan 10-menit dengan pembacaan 1-menit. Indeks ini menunjukkan kemiringan kurva. Sebuah PI yang rendah biasanya menunjukkan kelembaban yang berlebihan dan adanya kontaminasi. Untuk motor besar atau pun generator, umumnya didapati nilai setinggi 10.
Step voltage test.
Terapkan tegangan uji dua atau lebih dalam beberapa step. Rasio yang direkomendasikan untuk setiap stepnya adalah 1:5. Pada setiap step, tegangan uji diberikan untuk jangka waktu yang sama, umumnya 60 detik. Hal ini akan menciptakan sebuah tekanan listrik pada area isolasi yang retak/rapuh. Tegangan uji yang lebih besar ini dimaksudkan untuk dapat mengungkapkan terjadinya penuaan dan kerusakan pada isolasi internal yang meski terlihat relatif kering dan bersih dimana kerusakan isolasi tidak dapat terdeteksi oleh tegangan rendah ataupun nominal.
Bandingkan beberapa pengukuran yang diambil pada tingkat tegangan yang berbeda, kemudian cari dimanakah terjadinya pengurangan nilai resistansi isolasi yang berlebihan pada tingkat tegangan yang lebih tinggi. Isolasi yang kering, bersih, dan tidak rusak seharusnya memiliki nilai resistansi yang tetap/stabil meskipun tengah terjadi perubahan tingkat tegangan uji yang diberikan. Perlawanan nilai-nilai yang substansial menurun ketika diuji pada tingkat tegangan yang lebih tinggi menunjukkan kualitas isolasi yang mulai memburuk.
Banyak orang memilih untuk tidak melakukan tes ketahanan isolasi karena mereka takut pengujian ini akan malah merusak isolasi, namun pada hakikatnya hal ini tidak benar. Dengan pengujian motor secara rutin, kita akan mampu menganalisa dan mengoreksi kegagalan isolasi yang akan datang sebelum terjadinya kekacauan pada sistem produksi yang lebih parah.
Penelitian ini dilakukan oleh: John Olobri, AEMC :: Olobri adalah pengembangan produk manajer AEMC Instrumen, Foxborough, Mass.

Supercritical Coal-Fired Power Plant, “Clean Coal” Power Generation

‘Supercritical coal-fired power plant’ – Necessary to promote advanced technology in power generation for achieving better efficiency, cleaner and safer environment:
Introduction – Energy, in general, and electricity in particular, plays a vital role in improving the standard of life everywhere. World has abundant proven reserves of coal and thus coal-based thermal power plants dominate almost everywhere. The development of coal fired supercritical power plant technology can be described as an evolutionary advancement towards greater power output per unit and higher efficiency. Energy conversion efficiency of steam turbine cycle can be improved by increasing the main steam pressure and temperature.
As name suggests, coal-fired supercritical power plants operate at very high temperature and pressure (580 degree centigrade temp. with a pressure of 23 MPa) resulting much higher heat efficiencies (46%), as compare to sub-critical coal-fired plants which operates at 455 degree centigrade temp., and efficiency of within 40%. Some of the benefits of advanced supercritical power plants include:
(a) Reduced fuel costs due to improved plant efficiency;
(b) Significant improvement of environment by reduction in CO2 emissions;
(c) Plant costs comparable with sub-critical technology and less than other clean coal technologies;
(d) Much reduced NOx, SOx and particulate emissions;
(e) Can be fully integrated with appropriate CO2 capture technology.
Coal Fired Supercritical Power Plant
Supercritical technology and its advantages - In other words, supercritical power plants are highly efficient plants with best available pollution control technology, reduces existing pollution levels by burning less coal per megawatt-hour produced, capturing the vast majority of the pollutants. This increases the kWh produced per kg of coal burned, with fewer emissions.
Because of the above techno-economic benefits along with its environment-friendly cleaner technology; more and new power plants are coming-up with this state-of-the-art technology. As environment legislations are becoming more stringent, adopting this cleaner technology have benefited immensely in all respect. As LHV (lower heating value) is improved (from 40% to more than 45%); a one percent increase in efficiency reduces by two percent, specific emissions such as CO2, NOx, SOx and particulate matters.
increase of plant efficiency “Supercritical” is a thermodynamic expression describing the state of a substance where there is no clear distinction between the liquid and the gaseous phase (i.e. they are a homogenous fluid). Water reaches this state at a pressure above 22.1 MPa. The efficiency of the thermodynamic process of a coal-fired power describes how much of the energy that is fed into the cycle is converted into electrical energy. The greater the output of electrical energy for a given amount of energy input, the higher the efficiency. If the energy input to the cycle is kept constant, the output can be increased by selecting elevated pressures and temperatures for the water-steam cycle.
Increased thermal efficiency observed when the temperature and pressure of the steam is increased. By raising the temperature from 580 °C to 760 °C and the pressure out of the high pressure feed-water pump from 33 MPa to 42 MPa, the thermal efficiency improves by about 4% (Ultra-supercritical steam condition).
Moreover, there are various operational advantages in case of supercritical power plant. There are several turbine designs available for use in supercritical power plants. These designs need not fundamentally differ from designs used in sub-critical power plants. However, due to the fact that the steam pressure and temperature are more elevated in supercritical plants, the wall-thickness and the materials selected for the high-pressure turbine section need reconsideration. The supercritical plant needs ‘once-through’ boiler, where as ‘drum’ type boiler is required by sub-critical power plant. In fact, once-through boilers are better suited to frequent load variations than drum type boilers, since the drum is a component with a high wall thickness, requiring controlled heating.
The performance of supercritical plant depends on steam condition. Steam conditions up to 30 MPa/600°C/620°C are achieved using steels with 12 % chromium content. Up to 31.5 MPa/620°C/620°C is achieved using Austenite, which is a proven, but expensive, material. Nickel-based alloys, would permit 35 MPa/700°C/720°C, yielding efficiencies up to 48%. Lot R&D inputs and allying with suppliers are required to achieve higher performance.
Moreover, fuel flexibility is not compromised in Once-Through Boilers. A wide variety of fuels have already been implemented for once-through boilers. All types of coal as well as oil and gas have been used.
Conclusion – Thus, new pulverised coal combustion systems – utilising supercritical and ultra-supercritical technology – operate at increasingly higher temperatures and pressures and therefore achieve higher efficiencies than conventional sub-critical units with significant CO2 reductions. The objective of power plants within toady’s market boundaries is more than ever to ensure high efficiency (to reduce the environmental impact as much as possible) while at the same time to increase their economics in competition to existing alternatives. The development of an economical and efficient concept needs to look at the steam turbine all other main components like boiler, flue gas cleaning equipment and the optimization of the water-steam-cycle as main parts for the optimization.
Current designs of supercritical plants have installation costs that are only 2% higher than those of sub-critical plants. Fuel costs are considerably lower due to the increased efficiency and operating costs are at the same level as sub-critical plants. Specific installation cost i.e. the cost per megawatt (MW) decreases with increased plant size. This plant concept fulfils the requirement to balance reliable power supply, sustainable use of existing resources and economic operation.
Low Emission Levels
Today, supercritical steam turbine cycle is the leading “clean coal” technology in widespread application. Supercritical steam cycle technology has been used for decades and is becoming the system of choice for new commercial coal-fired plants in many countries. Because of the high performance, efficiency and preservation of much cleaner environments than sub-critical coal-fired power plants, more than 500 supercritical coal-fired power plants are operating in the developed countries like US, Europe, Russia and in Japan. Most of the new power plants coming up now-a-days are of supercritical coal-fired technology. Recent plant built in Europe and Asia use supercritical boiler-turbine technology and China has made this standard on all new plant 600MW and upwards.
In fact, Supercritical steam cycles are not just applicable to coal-fired plant; oil- and gas-fired plants are also well proven. Research and development is under way for ultra-supercritical units operating at even higher efficiencies, potentially up to around 50%. The introduction of ultra-supercritical technology has been driven over recent years in countries such as Denmark, Germany and Japan, in order to achieve improved plant efficiencies and reduce fuel costs. Research is focusing on the development of new steels for boiler tubes and on high alloy steels that minimise corrosion.
References:
  1. http://environmentengineering.blogspot.com/2008/02/cleaner-coal-fired-supercritical-power.html
  2. http://environmentengineering.blogspot.com/2008/02/fludised-bed-combustion-fbc-technology.html
  3. http://www.powergeneration.siemens.com/NR/rdonlyres/025ABC46-9AA8-451B-88D1-FFE1B42B8966/0/2_Balancing_economics.pdf
  4. Y. Oka and S. Koshizuka, “Supercritical-pressure, once-through cycle light water cooled reactor concept,” Journal of Nuclear Science and Technology, vol. 38, no. 12, pp. 1081–1089, 2001.

Pengujian Trafo Arus (Current Transformer)

CT atau Trafo Arus merupakan perantara pengukuran arus, dimana keterbatasan kemampuan baca alat ukur. Misal pada sistem saluran tegangan tinggi, arus yang mengalir adalah 2000A sedangkan alat ukur yang ada hanya sebatas 5A. Maka dibutuhkan sebuah CT yang mengubah representasi nilai aktual 2000A di lapangan menjadi 5A sehingga terbaca oleh alat ukur.
CT umumnya selain digunakan sebagai media pembacaan juga digunakan dalam sistem proteksi sistem tenaga listrik. Sistem proteksi dalam sistem tenaga listrik sangatlah kompleks sehingga CT itu sendiri dibuat dengan spesifikasi dan kelas yang bervariatif sesuai dengan kebituhan sistem yang ada.
Spesifikasi pada CT antara lain:
  1. Ratio CT, rasio CT merupakan spesifikasi dasar yang harus ada pada CT, dimana representasi nilai arus yang ada di lapangan di hitung dari besarnya rasio CT. Misal CT dengan rasio 2000/5A, nilai yang terukur di skunder CT adalah 2.5A, maka nilai aktual arus yang mengalir di penghantar adalah 1000A. Kesalahan rasio ataupun besarnya presentasi error (%err.) dapat berdampak pada besarnya kesalahan pembacaan di alat ukur, kesalahan penghitungan tarif, dan kesalahan operasi sistem proteksi.
  2. Burden atau nilai maksimum daya (dalam satuan VA) yang mampu dipikul oleh CT. Nilai daya ini harus lebih besar dari nilai yang terukur dari terminal skunder CT sampai dengan koil relay proteksi yang dikerjakan. Apabila lebih kecil, maka relay proteksi tidak akan bekerja untuk mengetripkan CB/PMT apabila terjadi gangguan.
  3. Class, kelas CT menentukan untuk sistem proteksi jenis apakah core CT tersebut. Misal untuk proteksi arus lebih digunakan kelas 5P20, untuk kelas tarif metering digunakan kelas 0.2 atau 0.5, untuk sistem proteksi busbar digunakan Class X atau PX.
  4. Kneepoint, adalah titik saturasi/jenuh saat CT melakukan excitasi tegangan. Umumnya proteksi busbar menggunakan tegangan sebagai penggerak koilnya. Tegangan dapat dihasilkan oleh CT ketika skunder CT diberikan impedansi seperti yang tertera pada Hukum Ohm. Kneepoint hanya terdapat pada CT dengan Class X atau PX. Besarnya tegangan kneepoint bisa mencapai 2000Volt, dan tentu saja besarnya kneepoint tergantung dari nilai atau desain yang diinginkan.
  5. Secondary Winding Resistance (Rct), atau impedansi dalam CT. Impedansi dalam CT pada umumnya sangat kecil, namun pada Class X nilai ini ditentukan dan tidak boleh melebihi nilai yang tertera disana. Misal: <2.5Ohm, maka impedansi CT pada Class X tidak boleh lebih dari 2.5Ohm atau CT tersebut dikembalikan ke pabrik untuk dilakukan penggantian.
Berdasarkan kriteria diatas, maka dapat dilakukan pengujian CT sebagai berikut:
Contoh-contoh beserta uraian dalam artikel kali ini saya ambil dari pengalaman-pengalaman saya melakukan SAT CT dan HV Equipments pada Project: Cikarang Listrindo 4x60MW Gas Power Plant Project, Inalum 275kV OHL Prot’n Panel Replacement Project, dan 2x250MW Muara Karang Gas Power Plant Project.

Ratio Test

Lokasi Pengujian CT
Misal: Ratio CT = 2000/5A
Untuk melakukan pengujian bahwa apakah benar nilai skunder CT tersebut apabila line primer diberi arus sebesar 2000A adalah 5A, maka disini diperlukan alat injeksi arus yang mampu mengalirkan arus sebesar 2000A. Tentu saja alat ini sangat langka dan besar sekali.
Cara alternatif yang biasa digunakan adalah dengan alat inject yang lebih kecil, misal 500A. Untuk mendapatkan nilai 2000A maka kita dapat membuat gulungan atau lilitan sebanyak 2000A/500A = 4 kali gulungan.
Pengujian CT Metode Konvensional
Tentu saja nilainya tidaklah tepat seperti yang tertera pada kalkulator tapi setidaknya nilai tersebut dapat tercapai. Metering ataupun instrument terpasang harus menunjukkan nilai kurang-lebih 2000A.
Pada kasus umumnya yang terjadi di lapangan, ternyata jenis alat test yang mampu menghasilkan arus dalam jumlah yang besar ini cukup susah untuk dicari (karena harganya mahal maka umumnya kami rental dari temen-temen) Laughing out loud.
Di balik itu ternyata banyak CT yang hasil pengukurannya tidak linear / atau tidak berbanding lurus dengan rasio yang tertera. Dengan kata lain nilai presentase error-reading-nya bervariatif dan umumnya semakin kecil arus yang diberikan, presentase error-reading-nya semakin besar melampaui batas spesifikasi CT yang tertera pada nameplate. Padahal untuk beberapa sistem proteksi seperti Distance Relay menggunakan pembacaan parameter arus pada nilai yang rendah.
Fisik CTContoh Alat UjiContoh Pengukuran Arus Primer dg Clamp-ampere
Kemudian IEC mengeluarkan standarisasi bahwa nilai pengukuran CT harus linear minimal s/d 10% dari nilai rating current atau arus nominal yang tertera. Tentu saja ini menguntungkan bagi saya selaku tim SAT dan commissioning. Untuk menguji CT 2000A cukup dibutuhkan arus sebesar 10% x 2000A = 200A saja. Hmm.. alhasil alat ujinya pun tidak terlampau berat dan tidak banyak memakan tempat. Hot smile “bagasi masih muat untuk nyimpen oleh-oleh..”.
Kemudian cara pengujian dan kalkulasi presentasi error-reading-nya bagaimana?
Skema Wiring Diagram Saat Dilakukan Pengujian CT per Core
Contoh untuk 2000A: Formula Calculation CT Ratio
  • CT 2.1 - Core #3
  • Serial No. CT: 0805451CT primary terminal & secondary terminal
  • Terminal Tap yang digunakan 3S1~3S3
  • Class 0,5 Security Factor (FS) < 20, maksimum %err. adalah 0.5%
  • Ratio 2000/5 A
  • Injeksi Arus sebesar 200A, arus terukur pada sisi primer CT adalah: 199,96A, tentu saja ada losses di kabel dan sambungan pada sisi primer.
  • Arus terukur pada sisi skunder CT adalah: 501,55 mA
  • Dengan rumus diatas, maka nilai arus primernya adalah: 2000A dan nilai arus skundernya adalah 5,0165A
  • Sehingga %err. = 0,33% [OK]
Karena kurang hobby berhitung, maka saya buat dalam bentuk formula Excel, dan hasilnya akan seperti ini. Cukup memasukkan nilai aktual arus primer dan nilai aktual arus skunder. Cukup sederhana bukan?
Auto-Excel Calculation

Pengujian Secondary Burden CT (VA)

Pengujian secondary burden CT merupakan pengujian untuk mengetahui nilai aktual beban yang terpasang pada sisi sekunder CT, mulai dari kabel sampai dengan panel proteksi dan metering. Pengujian ini tidak bisa menentukan nilai burden nominal ataupun maksimal CT, untuk melakukan hal ini harus menggunakan metode tegangan atau dengan alat uji yang dikenal dengan nama CT Analyzer.
Mengetahui nilai burden pada sisi sekunder CT pada dasarnya cukup sederhana, karena hanya menggunakan perhitungan Hukum Ohm. Dimana VA = Arus x Tegangan.
Apabila CT mengeluarkan arus 1A nominal, maka kita bisa memberikan arus sebesar 1A untuk sisi kabel yang terpasang pada CT. Terminal sekunder CT tidak boleh ikut dialiri arus karena akan berdampak timbulnya arus besar pada sisi primer.
Di dalam pengujian ini pada dasarnya kita hanya ingin mengetahui berapa sih besarnya impedansi loop tertutup pada beban CT (kabel + relay + metering + dst). Apabila nilai burden atau impedansi terukur pada arus 1A melebihi rating burden nominal CT (dalam satuan VA), maka harus dilakukan penggantian kabel yang lebih besar atau penggantian relay dengan burden yang lebih kecil.
Berikut ini adalah skema wiring pada saat dilakukan pengujian Secondary CT Burden:
Skema Wiring Diagram untuk Pengujian Secondary Burden CT
Berikut ini adalah contoh perhitungan nilai Secondary Burden yang didapat, disini saya buat sistem perhitungan otomatis dengan menggunakan Excel, dimana formulanya sangat mudah diingat (VA = Volt x Ampere):
Formulasi otomatis untuk menghitung Secondary Burden CT

Pengujian Secondary Winding Resistance (Rct)

Ari: Skema Wiring untuk Pengujian Secondary Winding Resistance (Rct)
Pengujian Secondary Winding CT umumnya mengacu pada standar IEC 60076-1. Formula dan sistem pengujian harus mengacu pada setandar tersebut. Pengujian diluar standar tersebut tidak sah dan tidak memenuhi kriteria pengujian standar CT.
Berdasarkan pada IEC 60076-1, elemen-elemen pengukuran yang harus diambil saat pengujian Secondary Winding CT adalah sebagai berikut:
  • IDC :   Arus DC aktual yang diinjeksikan ke terminal sekunder CT. biasanya nilai arus yang saya gunakan adalah 5A untuk CT tipe 5A nominal secondary output.
  • VDC :   Tegangan terukur yang dihasilkan oleh injeksi arus DC pada sisi kumparan/winding CT.
  • R meas :   Nilai winding resistance atau tahanan dalam CT, yang diperoleh dari hasil perhitungan VDC/IDC (Hukum Ohm). 
  • Time :   Total waktu yang diperlukan dalam pengujian
  • Dev :   Sudut deviasi yang dinyatakan dalam nilai % antara nilai maksimum dan minimum yang terukur dan dievaluasi sekurang-kurangnya 10 detik dari pengukuran. Hasil dinyatakan stabil jika Dev < 0.1%.
  • Tmeas :   ambient temperature atau suhu ruang
  • Tref :   operating temperature dari CT, biasanya nilai yang digunakan umumnya adalah 75°C. Sebaiknya lihat data FAT pabrikan atau referensi manual dari CT.
Sehingga formulasi perhitungan Secondary Winding Burden CT dapat dibuat sebagai berikut ini:
Ari: Rumus Untuk Menentukan Nilai Tahanan Referensi CT
Pengujian secondary burden ini cukup penting, mengingat bahwa test ini sekaligus merupakan pengecekan terhadap rangkaian beban CT seperti panel relay, metering, buspro, logger, dsb. Rangkaian CT harus selalu tertutup (short-circuit) agar dapat mengasilkan arus.
Rangkaian tidak boleh ada impedansi yang besar atau bahkan terpotong, apabila terjadi maka arus tidak dapat mengalir dan CT menjadi panas dan overload. Alhasil CT bisa rusak, pecah, atau bahkan meledak. Pengujian ini sekaligus memastikan kondisi rangkain CT layak dioperasikan ataukah belum.

Pengujian Eksitasi CT atau CT Kneepoint

Di dalam pengujian titik saturasi CT atau kneepoint ada tiga jenis Standar yang mengatur, ketiganya memiliki nilai kneepoint yang berbeda namun ketiganya dianggap sah, bergantung dari Standar apa yang hendak digunakan setidaknya Produsen CT dan End-User menggunakan Standar yang sama.
  • IEC/BS - According to IEC 60044-1, the knee point is defined as the point on the curve where a voltage increment of 10% increases the current by 50%.
  • ANSI 45° - According to IEEE C57.13, the knee point is the point where, with a double logarithmic representation, the tangent line to the curve forms a 45° angle.Applies to current transformer cores without an air gap.
  • ANSI 30° - Like ANSI 45° but forming a 30° angle.Applies to current transformer cores with an air gap.
Di Indonesia umumnya mengacu pada Standar IEC, sebagai standar intalasi tegangan tinggi dan menengah.
Untuk melakukan pengujian CT, maka diperlukan sebuah sumber tegangan AC yang mampu digunakan untuk menguji CT Class X, dimana nilai kneepoint-nya bisa mencapai 2000Volts. Tegangan eksitasi diberikan pada terminal skunder CT di tiap Core-nya, kemudian tegangan dinaikan perlahan sampai mencapai nilai arus nominal CT. Pengukuran arus bisa dilakukan dengan cara memasang Ampere-meter yang dihubung seri dengan alat injeksi atau penggunakan clamp meter pada kabel output alat injeksi tegangan.
Model pengujian yang umumnya saya gunakan adalah seperti di bawah ini:
Ari: Skema Wiring Pengujian Kneepoint CT
Setiap perubahan arus signifikan atau setiap kelipatan berapa volts dari tegangan, bisa dilakukan pengukuran dan pencatatan secara simultan agar di dapat grafik yang halus dan presisi. Contoh grafik tersebut adalah seperti berikut ini:
Nilai-nilai eksitasi tegangan pada CT dan nilai arus yang terukur pada sisi sekunder CT
Jika dibuat grafik pada Excel, maka grafik-nya akan berbentuk seperti dibawah ini:
Ari: Grafik Kneepoint CT, titik ditentukan dengan menggunakan Standar IEC
Sayangnya, tidak semua atau jarang sekali pabrikan CT yang menyebutkan nilai Kneepoint yang didapat saat dilakukan FAT (karena tidak semua orang mudah dan mengerti untuk menentukan nilai dari pengukuran yang didapat). Biasanya pabrikan hanya melampirkan data nilai eksitasi beserta nilai arus yang di dapat serta melampirkan grafiknya.
Kunci inti pengujian tegangan eksitasi pada CT ini hanyalah menentukan di nilai berapa Volt, CT sudah mencapai titik jenuh dan sudah tidak menghasilkan perubahan arus yang signifikan.
Misal spesifikasi CT adalah Vk > 1,7kV maka tegangan eksitasi CT harus melebihi 1,7kV untuk menghasilkan 5A, setidaknya 2kV baru mencapai 5A. Maka CT tersebut memiliki spesifikasi yang sesuai dengan yang tertera.

Pengujian Isolasi atau Megger

Pengujian diatas secara keseluruhan hanyalah untuk menentukan bahwa CT tersebut layak beroperasi sesuai spesifikasi desain sistem dan tidak terjadi kesalahan pengukuran arus sebenarnya dimana CT merupakan elemen metering dan proteksi.
Untuk menentukan apakah CT tersebut layak bertegangan ataukah tidak, maka harus dilakukan pengujian Isolasi atau Megger. Megger yang digunakan adalah 5kV untuk sisi primer dan 1kV untuk sisi skunder.
Titik yang bisa dilakukan pengetesan adalah:
  • Terminal Primer dengan Ground tidak boleh ada hubungan
  • Terminal Primer dengan Skunder tidak boleh ada hubungan
  • Terminal Skunder dengan Ground tidak boleh ada hubungan

Cek Fisik

CT saat datang dan saat dipasang harus diulakukan cek fisik terlebih dahulu sebagai wujud sebuah quality control. Tidak boleh ada retakan, atau bahkan rembesan oli trafo.
“Mudah-mudahan artikel diatas mampu menambah wawasan dan meningkatkan kualitas kontrol terhadap produk-produk ataupun proyek-proyek pengembangan infrastruktur kelistrikan di Indonesia. Listrik yang lebih baik untuk masa depan, dan mari ber-Hemat Energi.”

Perhitungan Pengaman Motor Listrik

Pada dasarnya “Motor protection” dan “motor circuit protection” adalah dua hal yang berbeda dan membutuhkan suatu perhitungan yang berbeda pula.
Untuk mencegah motor terbakar, kita harus menyiapkan sebuah cara untuk melindunginya dari arus lebih (overload, hubung singkat, atau ground-fault). Sebelum kita melangkah ke bahasan lebih lanjut, sebaiknya ada tidak bingung dengan motor protection dan circuit protection. Motor protection adalah sebuah sistem pengaman motor yang tehubung dengan rangkaian tenaga motor. Sedangkan circuit protection adalah sebuah sistem pengaman untuk rangkaian tenaga listrik daripada motor itu sendiri.
Gambar.1. Konduktor untuk motor tunggal harus memiliki ampacity tidak kurang dari 125% dari nilai beban penuh motor saat ini. [Ari Sulistiono]
Silahkan simak gambar 430,1 pada NEC untuk membantu anda melihat perbedaan dari keduanya dengan jelas. Disana dijelaskan persyaratan untuk perlindungan overload motor pada Bab III dan persyaratan perlindungan hubung-singkat dan ground-fault pada Bab IV dan V.
Tabel atau nameplate? Untuk menentukan KHA (Kemampuan Hantar Arus atau ampacity) minimum dari konduktor power supply motor, anda harus mengetahui secara jelas berapa banyak arus yang akan mengalir saat tarikan pertama motor. Tapi disana juga ada berbagai jenis arus pada aplikasi motor (simak “Motor Current Basics” pada halaman 80). Arus beban penuh / full-load current (FLC) atau amper beban penuh / full-load amperes (FLA) Manakah yang kita gunakan untuk perhitungan motor Anda?
Gambar.2. Motor dinilai tertinggi adalah motor 120V di 34 FLC. Motor lain dalam kelompok (fase) adalah 10-hp 3-phase motor, seperti yang ditunjukkan oleh area yang diarsir. [Ari Sulistiono]
Di dalam standar NEC tidak diijinkan penggunaan nilai Amper Beban Penuh / FLA yang tertera pada nameplate untuk menentukan KHA / ampacity konduktor atau ukuran kabel yang digunakan, percabangan rangkaian hubung-singkat dan ukuran perangkat ground-fault overcurrent, atau pun nilai rating amper disconnecting switches [430,6 (A) (1)]. Tetapi disini kita harus menggunakan nilai FLA motor untuk menentukan ukuran overload-protection motor secara terpisah sesuai dengan Bagian III Alenia 430 [430.6(A)(2)]. Perhatikan pengecualian berikut:
  • Jika Anda menghitung motor overload protection secara terpisah untuk torsi motor, gunakan nilai arus locked rotor pada nameplate [430,6 (B)].
  • Jika ada variable-frequency drive (inverter) sebagai pengendali motor, gunakan maximum operating current yang ditandai pada nameplate (motor atau kontrol). Jika nilai tersebut tidak terdapat pada nameplate, gunakan 150% dari nilai yang ditemukan di dalam tabel NEC [430,6 (C)].Gambar. 3. Sebuah cabang-sirkuit pendek dan tanah-kesalahan perangkat pelindung melindungi motor terhadap banyak hal, tapi tidak melawan overload. [Ari Sulistiono]
  • Motor dengan Torsi Tinggi (umumnya dibuat dan untuk beroperasi dibawah kecepatan 1,200 rpm) biasanya memiliki nilai FLC yang lebih besar dibandingkan dengan motor multispeed. Untuk motor seperti ini, gunakan rating arus tertera pada nameplate [430.6(A)(1)].
  • For a listed motor-operated appliance, use the FLC marked on the nameplate of the appliance (rather than the horsepower rating) to determine the ampacity (or rating) of the disconnecting means, branch-circuit conductors, controller, and branch-circuit short-circuit and ground-fault protection [430.6(A)(1) Ex 3].
Overload protection. Overload protection harus sesuai dengan 430 Bab III. Ukuran perangkat proteksi beban lebih didasarkan pada rating yang tertera pada nameplate motor (hal ini berfungsi untuk melindungi kerusakan gulungan motor akibat arus yang timbul oleh locked-rotor atau rotor macet/seret/nge-jam) [430,31].809ecmCBfig4
Fig. 4. Branch-circuit conductors are protected against overloads by the overload device.
You can use a single overcurrent device, sized per 430.32 requirements, to protect a motor from overload, short circuit, and ground faults.
Branch-circuit conductor size. Branch-circuit conductors to a single motor must have an ampacity of not less than 125% of the FLC as listed in Tables 430.247 through 430.250 [430.6(A)(1), 430.22(A)].
When selecting motor current from one of these tables, note that the last sentence above each table allows you to use the ampacity columns for a range of system voltages without any adjustment. Select the conductor size from Table 310.16 according to the terminal temperature rating (60ºC or 75ºC) of the equipment [110.14(C)].
THHN/THWN is a common conductor insulation type that can be used in a dry location at the THHN 90ºC ampacity, or in a wet location at the 75ºC ampacity for the THWN insulation type. Regardless of the conductor insulation type, size the conductor per 110.14(C).
In 110.14(C)(1)(a), we read that equipment terminals are rated 60ºC for equipment rated 100A or less (unless marked 75ºC). Today, most equipment terminals are rated at 75ºC. Look for that specification, so you can use the 75ºC column if your conductors are also rated for 75ºC. If this is the case, you may save considerable money on your project. If you can’t find that specification, use the rules of 110.14(C).
Test your knowledge by answering this question: What size branch-circuit conductors are required for a 7½-hp, 3-phase, 230V motor (Fig. 1 on page 76)?
The motor FLC from Table 430.248 is 22A. The conductor is sized no less than 125% of motor FLC: 22A 3 1.25 = 27.50A. As per Table 310.16, a 10 AWG conductor is rated 30A at 75ºC.
The minimum size conductor permitted for building wiring is 14 AWG [310.5]; however, some local codes and many industrial facilities require branch-circuit conductors to be 12 AWG or larger.
Feeder conductor size. Perform feeder conductor size calculations the same way as for branch circuits, but use the different ampacity rules provided in 430.24. Conductors that supply several motors must have an ampacity of not less than:
(1) 125% of the highest rated motor FLC [430.17], plus
(2) The sum of the FLCs of the other motors (on the same line). Find the FLC in the NEC Tables [430.6(A)(1)].
The highest rated motor is the motor with the highest FLC [430.17]. Determine the “other motors in the group” value by balancing the motor FLCs on the feeder being sized, then select the line that has the highest rated motor on it (Fig. 2 on page 78).
Branch-circuit short-circuit and ground-fault protection. Each motor branch circuit must be protected against short circuit and ground faults by an overcurrent device sized no greater than the percentages listed in Table 430.52. The motor branch-circuit short-circuit and ground-fault protective device must be capable of carrying the motor’s starting current, and it must comply with 430.52(B) and 430.52(C).
A branch-circuit short-circuit and ground-fault protective device protects the motor, the motor control apparatus, and the conductors against short circuits or ground faults, but not against overload [430.51] (Fig. 3 on page 78).
It bothers many electrical practitioners to see a 14 AWG conductor protected by a 30A circuit breaker, but branch-circuit conductors are protected against overloads by the overload device (Fig. 4). That device is sized between 115% and 125% of the motor nameplate current rating [430.32]. See 240.4(G) for details.
Where the branch-circuit motor short-circuit and ground-fault protective device values derived from Table 430.52 don’t correspond with the standard overcurrent device ratings listed in 240.6(A), you can use the next higher overcurrent device rating. The “next size up protection” rule for branch circuits [430.52(C)(1) Ex 1] doesn’t apply to the motor feeder overcurrent device rating (Part II).
Keeping it straight. Articles 430 and 250 are the largest of the NEC Articles, and arguably the most misapplied. Something else these two Articles have in common but not with the other Articles is a “Figure 1” you can use as a guide.
In the case of Art. 430, this figure is a simple representation of the motor system with the correct Part of Art. 430 noted for each area of application. At the beginning of this article, we said that using Figure 430.1 will help you to not confuse motor protection with circuit protection when in actuality it can do much more. Spend some time working with it, and you’ll see how useful it really is.
If you base each motor project on Figure 430.1, you will reduce — if not eliminate — Art. 430 application errors.